Perlon Ungahan, Tradisi Masyarakat Adat Bonokeling Banyumas Sambut Ramadan
HORIZONE - Masyarakat Adat Bonokeling di Desa Pekuncen, Kecamatan Jatilawang, Kabupaten Banyumas memiliki berbagai tradisi, salah satunya adalah Tradisi Perlon Unggahan yang dilaksanakan Jumat 21 Februari 2025. Tradisi ini dilakukan setiap setahun sekali menjelang bulan Ramadan tiba di daerah lain ada yang menyebut Nyadran.
Menurut Kyai Sumitro juru bicara Komunitas Adat Bonokeling menyampaikan bahwa Perlon Unggahan adalah tradisi turun temurun yang sudah dilakukan ribuan tahun lalu menjelang bulan Ramadhan. Ritual Unggahan atau Sadran merupakan tradisi yang digelar setiap Jumat terakhir pada bulan Ruwah (Syaban) guna menyambut datangnya Ramadhan.
"Makna dari tradisi Unggah-unggahan dan Perlon (keperluan) yang digelar menjelang bulan puasa tidak lain adalah kegiatan masyarakat adat anak cucu Bonokeling berziarah ke makam leluhur. Hal ini merupakan bentuk penghormatan dari Trah Cilacap dan lainya untuk mempererat tali silaturahmi serta sebagai bentuk pembersihan diri sebelum bulan suci Ramadhan tiba," jelasnya

"Anak putu Bonokeling yang berasal dari Cilacap dan sekitarnya menuju ke sini dengan berjalan kaki sejauh kurang lebih 30 km tanpa menggunakan alas kaki, yang namanya Napak Tilas, ini bermakna manusia harus menyatu dengan alam karena manusia berasal dari tanah dan kembali ke tanah," jelasnya.
Pada tradisi ini, para Anak putu Bonokeling wajib mengenakan pakaian adat Jawa, seperti kaum wanita hanya memakai kemben (kain jarit) dengan selendang berwarna putih, sedangkan kaum pria harus bepakaian hitam dan memakai kain jarit serta mengenakan iket (ikat kepala).
"Kenapa harus berbaju hitam karena ciri khas Bonokeling itu hitam dan memiliki makna kelanggengan," terangnya.

Komunitas Adat Bonokeling ini mempunyai satu juru kunci dan di tambah lima Bedogol (pembantu juru kunci), masing-masing bedogol mempunyai anggota atau anak putu. Orang tua juga bisa mewarisi tradisi ini ke anak-anaknya, namun tidak dilakukan dengan terpaksa.
Agar tradisi ini tetap lestari, Sumitro berharap agar seluruh masyarakat bersama-sama turut menjaga dan melestarikan.
"Jangan sampai menodai tradisi kita dan tidak menolaknya. Marilah bekerja sama untuk melestarikan budaya lokal yang mendunia," katanya.
Pada tradisi ini, mereka juga ada yang membawa ayam, kambing dan sapi untuk disembelih (kurban).
"Hewan ini dibawa dari orang Cilacap, satu Bedogol ya satu hewan, mereka membawa tanpa perintah atau paksaan, mereka ngasih hewan secara ikhlas asal hewan dengan jenis kelamin laki-laki. Setelah dimasak, nanti malam baru dimakan bersama atau selametan," lanjutnya.
Masyarakat Adat Bonokeling menganggap laki-laki maupun perempuan itu setara, sehingga laki-laki bertugas sebagai juru masak sementara kaum wanita berdoa di makam.
Acara Perlon Unggahan di Desa Pekuncen ini juga mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah desa setempat.
What's Your Reaction?



