Tidak Juara, Tetapi Maroko dan Qatar Menang

Oleh: Gamawan Fauzi

Tidak Juara,  Tetapi Maroko dan Qatar  Menang

Piala Dunia (World Cup) tahun 2022 ini mencatat sesuatu yang berbeda dari waktu waktu sebelumnya. Inilah pertama kali sebuah negara Afrika berpenduduk mayoritas Islam tercatat masuk dalam semi final kejuaran paling bergengsi di dunia.

Setelah berhasil menundukkan Spanyol sebagai salah satu negara dengan pesepakbolaannya  yang maju,  lalu mengalahkan Portugal, semua mata dunia tertuju kepada Kesebelasan Atlas Lion itu. Ada yang tak suka, tapi lebih banyak yang ingin tau lebih dalam tentang bagaimana bisa terjadi.  Sejumlah negara raksasa sepak bola bahkan sudah “mengangkat koper” terlebih dahulu, seperti Jerman, Brazil, Belanda, Portugal, Inggris dan Spanyol . Padahal beberapa diantaranya beberapa kali meraih gelar juara.

Sepanjang 45 menit di kepung kesebelasan Portugal  dan nyaris bermain setengah lapangan dalam wilayah kesebelasan Maroko, tetap saja tak membuahkan gol. Ronaldo yang di tampilkan Portugal  setelah jedah 45 menit pertama, berjuang keras memasukkan bola ke kandang Maroko. Ada satu tembakan jarak dekat Ronaldo ke gawang Maroko, namun bola dipeluk dengan manis oleh Bono/ Bou nou,  kiper Maroko yang bermain cemerlang sejak awal laga dunia itu.

Ronaldo tak kuasa menahan tangisnya. Usai pluit panjang menyudahi pertandingan, Ronaldo tertunduk lesu menuju kamar ganti ,  disaksikan jutaan pandangan mata yang di tayang televisi dan media on line.

Sebelumnya, Ronaldo berucap. Dia berharap Maroko menang melawan Perancis di Semi Final. Tapi  perancis terlalu kuat.

Tanggal 15 Desember, langkah Maroko akhirnya terhenti. Perancis memang seperti kata Ronaldo, terlalu kuat.

Tapi setidaknya para pemain Maroko telah memberikan banyak  pelajaran  buat ummat manusia.

Mereka selalu berdoa setiap akan memulai pertandingan, mereka mempertontonkan cara Islam ketika mendapat nikmat. Mereka tidak berlari menepuk dada atau saat menjebol gawang lawan, tapi mereka bersujud di lapangan hijau mengucap syukur kepada Sang Pencipta.  Mereka berbisik ke bumi tapi di dengar di langit. Kegembiraan seusai berlaga bukan dengan bernyanyi, tapi ber shalawat untuk Rasulullah.

Hakimi,  seorang bintang Maroko yang bermain di Ayax, adalah seorang yang sangat mulia akhlaknya. Dia mendonasikan semua bonus kemenangan  yang di dapat untuk orang miskin di negaranya,  bahkan kepada seorang penderita Cancer yang tak dikenalnya. Dia sangat menyayangi ibunya. Dia berkata, semua prestasinya buat ibunya.

Seorang penulis Jerman memuat sebuah artikel kecil di akunnya. "...kami mengajarkan Maroko bermain bola, tapi Maroko mengajarkan kami bagaimana kuatnya ikatan keluarga, terutama bagaimana seorang anak menyayangi dan memuliakan ibunya, karena banyak pemain Maroko yang membawaserta ibunya menyaksikan pertandingan akbar itu. Beda dengan pemain negara lainnya yang biasanya membawa serta pacar atau isterinya, sementara ibunya tinggal di rumah.

Ronaldo yang kecewa dengan hasil pertandingan, berjalan lesu dan menunduk serta menangis ke kamar ganti  tanpa salaman dengan rivalnya. Beda dengan Maroko yang saat kalah dari Perancis mereka masih tersenyum, bersalaman dan berpelukan dengan pemain lawan, kemudian tetap bersujud, berucap syukur kepada Allah.

Bila Allah berkehendak, Maroko bisa saja menjadi juara dunia. Saya yakin, para ummat Islam se dunia selalu berdoa disetiap Maroko tampil. Kecuali mungkin  sorang Buzzer yang mengaku muslim yang saya baca komentarnya. Dia meminta Maroko segera berkemas sebelum masuk babak semi final.

ALLAH pasti lebih tau yang terbaik buat Maroko dan para pendukungnya. Pasti ada hikmah dibalik tidak sampainya Maroko bertanding di Final. Mungkin agar tidak muncul sikap sombong, tinggi hati dan merasa sukses karena memang mereka hebat, padahal takkan terjadi sesuatu tanpa izin Allah. Dan Maroko di lindungi dari sikap seperti itu sebelum terjadi.

Lain hebatnya pesepakbolaan Maroko, lain pula Qatar yang membuat wajah baru event bergengsi itu.

Pemandangan kehidupan di Qatar dalam Kejuaraan Sepak Bola Dunia tahun ini, memang tak seperti biasa. Tak seperti event event yang sama sebelumnya di banyak negara. Kejuaran Dunia sepak bola, biasanya dilasankan sebagai ajang pesta akbar yang penuh hura hura, mabuk mabuk di Bar atau restoran, bahkan di jalan jalan untuk mengungkapkan kegembiraan atau kekecewaan. Aparat keamanan biasanya memasang wajah serius yang mengerikan menghadapi tingkah suporter yang mabuk dan tentu saja kadang  merusak.

Tapi Nuansa Qatar sejak awal tampak berbeda dan memang di disain berbeda. Mereka menampilkan wajah Islam yang damai dan penuh kasih sayang. Rahmatan Lil Alamin.

Sepanjang jalan dipenuhi ungkapan ungkapan ajaran Islam. Mereka memberi tahukan kepada dunia, inilah ajaran islam melalui tulisan yang menyolok, yang berisi pesan pesan yang damai dan kutipan ayat ayat suci Ak quran yang penuh hikmah

Tak cuma itu. Qatar dalam sebulan itu mengajarkan kepada dunia melalui Bil halnya, bukan sekedar Bil Lisan nya, bagimana santunnya islam kepada tamu dan kepada sesama ummat  manusia.

Banyak cerita pengalaman para suporter dan penonton yang berdecak kagum degan cara Islam menjamu tamunya. Betapa pemurahnya, betapa dermawannya penduduk Qatar kepada tamu, bahkan juga betapa taatnya penduduk Qatar dalam mengamalkan ajaran agamanya. Azan berkumandang dengan lembut dan syahdu dari menara menara mesjid yang Agung. Lalu para jemaah bergegas menuju mesjid. Segala aktivitas sosial seperti berhenti pada waktu waktu shalat.

Selepas itu, di luar mesjid para penduduk tuan rumah menenteng gelas gelas kopi, teh, qurma dan makanan lainnya untuk disuguhkan kepada tamu secara gratis. Ada kisah seorang suporter Australia yang mengeluh tak dapat kamar di tweeternya. Lalu seorang warga Qatar menjemputnya dan mengantar ke kemah milik pribadinya yang mewah. Itupun tanpa mengutip pembayaran.

Maroko dan Qatar, dua negara berpenduduk Islam mayoritas, memang tak menjuarai ajang besar pesta dunia sepak bola tahun ini. Tapi mereka  menang dalam mendidik penduduk dunia bagaimana cara hidup berkeluarga yang terpuji, cara memuliakan seorang ibu dan cara menerima tamu yang baik. Mereka akan jadi buah bibir bagi yang menyaksikan dan menjadi pelajaran bagi yang hatinya terbuka untuk menerima kebenaran dan mencari kehidupan yang bahagia.

Bagaimana dengan kita Indonesia atau Sumatera Barat dengan Adat Basandi Syarak, Syarak Basindi Kitabullahnya. Biarlah pembaca yang menjawabnya.

Jakarta, 20 Desember 2022

  

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow